Sabtu, 29 Oktober 2022

Peralanan Pendidikan Nasional


    
    Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Inonesia) ialah tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya (Sugiarta et al., 2019). Pendidikan merupakan tempat untuk mengamalkan dan mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diwariskan atau diwariskan. Ki Hajar Dewantara mengingatkan perlunya menyaring pengaruh luar dengan tetap mengedepankan kearifan sosial budaya lokal Indonesia. Beliau juga menjelaskan bahwa kita harus melayani siswa kita. Tujuan ini adalah tujuan utama untuk mendidik para peserta didik (Zuliati, 2018). Sama dengan filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam pengembangan budi pekerti (olah cipta, olah karya, olah karsa, dan olah raga) yang terpadu menjadi satu kesatuan. Zainuddin (2021) mengatakan tentang hasil positif yang sesuai dengan pemikiran KHD yaitu tentang prinsip kepmimpinan sebagai seorang guru yaitu; (1) Ing ngarso sung tuladho (maka orang tua atau guru sebagai suri tauladan anak dan siswa), (2) Ing madya mangun karso (yang ditengah memberikan semangat ataupun ide-ide yang mendukung), (3) Tut wuri handayani (yang dibelakangan memberikan motivasi
        Menilik prinsip-prinsip pendidikan Ki Hajar Dewantara, perjalanan pendidikan nasional di Indonesia tidak bisa dilupakan. Padahal, pada masa penjajahan Belanda, pendidikan pada awalnya hanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Belanda di Indonesia. Dalam perkembangan selanjutnya, pendidikan digunakan sebagai alat kolonial untuk menghasilkan tenaga kerja murah atau pegawai rendahan yang dibutuhkan untuk perdagangan Belanda (Prayudi & Salindri, 2015). Seiring beralannya waktu, Indonesia merdeka dari Koloni. Fokus utama pendidikan nasional ketika Indonesia lepas dari penjajahan yaitu mencerdaskan dan meningkatkan kualitas serta kemampuan bangsa. Tujuan sebenarnya dari pendidikan zaman kemerdekaan adalah untuk mengisi tata kehidupan dan pembangunan. Tujuan tersebut mengalami kendala, yaitu penjajah Belanda ingin menjajah kembali sehingga memaksa kita kembali berjuang secara politik dan fisik serta adanya kendala dari dalam yaitu pergolakan politik (Widiani, 2020). Dangu et al. (2022) menejelaskan bahwa pendidikan pada masa kemerdekaan walaupun dalam keadaan sulit tetapi tetap mampu menghasilkan produk hukum tentang pendidikan, yaitu Undang- undang pendidikan Nomor 4 tahun 1950. Undang-Undang Pokok Pendidikan dan Pengajaran (UUPP) No. 4 Tahun 1950 merupakan salah satu kebijakan pendidikan pada periode awal kemerdekaan. Penelitian terkait dengan sejarah analisis kebijakan pendidikan. 
        Pada abad ke-21 Teknologi membawa warna baru bagi dunia pendidikan. Guru dan siswa harus mengikuti perkembangan zaman (Zubaidah, 201). Oleh karena itu, pembelajaran ini harus disajikan dengan cara yang paling menarik dengan menggunakan teknologi untuk mempercepat proses pembelajaran. Selain itu, proses pembelajaran harus mampu menggiring siswa untuk menguasai 4C, yaitu keterampilan sebagai keputusan untuk mempertimbangkan masa depan mereka (Ahmadi & Ibda, 2019). Dengan demikian, guru harus mampu memenuhi kebutuhan belajar siswa tanpa dibatasi ruang dan waktu dengan strategi pembelajaran yang sesuai dengan keadaan yang ada. Di abad 21 ini, Dzuddaroin (2019) memaparkan bahwa yang kita butuhkan adalah guru yang tidak hanya mahir menggunakan teknologi, tetapi juga menjaga pesona, wibawa, dan kepribadiannya yang luar biasa sehingga dapat menjadi panutan, sumber, dan sumber daya. Demikian pula dalam hal proses pendidikan, guru di abad 21 harus beradaptasi dengan zaman perencanaan, pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan penilaian, pengajaran dan pelatihan serta pelaksanaan tugas-tugas lainnya. Pada dasarnya kreativitas dan inovasi merupakan kebutuhan guru di abad 21. Seiring berjalannya waktu, sebagai guru, kita juga harus berusaha untuk mengembangkan diri menjadi guru yang profesional (Syahputra, 2018). Tidak hanya mengajar tetapi juga belajar. Oleh sebab itu, saya akan saya lakukan ketka sudah berhadapan dengan peserta didik dan situasi nyata disekolah, saya akan menggunakan semua prinsip Ki Hajar Dewantara yang akan diimbangi dengan mengimplementasikan kurikulum merdeka.

Referensi

Sugiarta, I. M., Mardana, I. B. P., & Adiarta, A. (2019). Filsafat Pendidikan Ki Hajar Dewantara (Tokoh Timur). Jurnal Filsafat Indonesia2(3), 124-136.

Zulfiati, H. M. (2018). Sistem Among Ki Hajar Dewantara Dalam Pendidikan Karakter Di Sekolah Dasar. In Jurnal Prosiding Seminar Nasional Pendidikan FKIP Universitas Muhamamdiyah Cirebon (pp. 311-322).

Zainuddin, Z. (2021). Konsep Pendidikan Budi Pekerti Perspektif Ki Hadjar Dewantara. KABILAH: Journal of Social Community6(1), 8-25.

Prayudi, G. M., & Salindri, D. (2015). Pendidikan Pada Masa Pemerintahan Kolonial Belanda Di Surabaya Tahun 1901-1942 (Education on Dutch Government in Surabaya At 1901-1942). Publika Budaya3(1), 20-34.

Widiani, N. (2020). Progresivisme Peningkatan Mutu Pendidikan Terhadap Siswa (Analisis Sejarah Periode Pendidikan Di Indonesia). PINTU: Jurnal Penjaminan Mutu1(1).

Dangu, A. S., Sumarjiana, I. K. L., & Anto, R. (2022). Sejarah Pendidikan Indonesia Awal Kemerdekaan Tahun 1945-1950. Jurnal Inovasi Penelitian3(2), 4717-4722.

Zubaidah, S. (2019). Memberdayakan keterampilan abad ke-21 melalui pembelajaran berbasis proyek. In Seminar Nasional Nasional Pendidikan Biologi (pp. 1-19).

Ahmadi, F., & Ibda, H. (2019). Konsep dan aplikasi literasi baru di era revolusi industri 4.0 dan society 5.0. CV. Pilar Nusantara.

Dzuddaroin, F. (2019). Konsep Kepemimpinan Kharismatik dalam Penanganan Resistensi Santri di Pondok Pesantren Daarul Falah Serang Banten (Doctoral dissertation, Institut PTIQ Jakarta).

Syahputra, E. (2018). Pembelajaran abad 21 dan penerapannya di Indonesia. In Prosiding Seminar Nasional Sains Teknologi Humaniora dan Pendidikan (QSinastekmapan) (Vol. 1).